CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

AlQashah

Berkata As-syahid Al-Imam Hassan Al-Banna:

1. Sesungguhnya ramai yang mampu berkata-kata dan sedikit dari mereka yang bertahan dalam beramal dan bekerja. Ramai pula dari yang sedikit itu yang mampu bertahan di waktu beramal dan sedikit dari mereka yang mampu memikul bebanan jihad yang sukar dan berat. Para Mujahidin itu adalah angkatan terpilih yang sedikit bilangannya tetapi menjadi penolong dan menjadi Ansarullah. Adakalanya mereka tersilap tetapi akhirnya menepati tujuan sekiranya mereka diberi Inayah dan Hidayah oleh Allah.

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mahu menerima petunjuk" (Al-Qashash: 56)

"Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam" (Al-Ankabut: 6) 2. Sesungguhnya ujian-ujian Allah adalah PROSES PENAPISAN, untuk menapis orang yang benar dan yang bohong; orang yang beriman dan Munafik; orang yang sabar dan gopoh.

"..dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir" (Ali-'Imran: 141)

"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk(munafik) dengan yang baik (mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendakiNya di antara rasul-rasulNya. Kerana itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar" (Ali-'Imran: 179)

"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antar kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ehwalmu" (Muhammad:31)

"Musa berkata kepada kaumnya:'Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakanNya kepada siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa" (Al-A'Raaf:128) 3. Sesungguhnya da'wah berdiri di atas keazaman, bukan di atas kemudahan.

"Allah berfirman:'Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mu'jizat-mu' jizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan)," (Asy-Syu'araa' :15)

4. Orang yang beriman apabila diganggu Syaitan, mereka cepat sedar dan kembali kepada Allah.

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan nya. Dan teman-teman mereka(orang- orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya( menyesatkan) " (Al-A'raaf:201- 202)


Oleh Abd Moqsith Ghazali
Karya ulama Indonesia tak perlu dipandang sebelah mata. Walau hidup di "pulau terasing", para ulama Indonesia telah menghasilkan karya monumental bahkan dengan kualitas ekspresi dan elokuensi yang tak kalah dengan ulama Timur Tengah. Dengan kualitas yang mumpuni itu, kebiasaan untuk selalu bertanya soal-soal dalam negeri ke ulama Arab tak perlu dilakukan. Bukan hanya karena yang tahu hakekat persoalan itu adalah ulama Indonesia sendiri, melainkan juga karena mutu dan kualitas ulama Indonesia ternyata setara bahkan dalam beberapa hal melebihi ulama-ulama Arab.

      Keulamaan dalam Islam makin kuat beraroma Arab-Timur Tengah. Para ilmuwan dari sana menjadi kiblat dan kitab-kitabnya serta fatwa-fatwanya menjadi rujukan umat Islam yang tinggal di kawasan lain. Dahulu, Ratu Kamalat Sjah dimakzulkan sebagai Ratu Kerajaan Aceh Darussalam (tahun 1699), setelah ulama Mekah mengharamkan perempuan menjadi pemimpin atau ratu. Sebagian ulama nusantara pernah menolak Megawati sebagai (calon) presiden berdasar pada fatwa ulama Arab. Ketika terjadi soal atau kasus di suatu kawasan, para tokoh agama di daerah itu kerap meminta jawaban pada ulama Timur Tengah, seperti Yusuf Qardawi, Wahbah al-Zuhaili, dan lain-lain. Mereka mentaklid pendapat-pendapat yang datang dari sana. Walhasil, Arab merupakan sumber otoritas keulamaan dan parameter kesahihan sebuah tafsir dalam Islam. Sehingga, pengembangan keilmuan Islam pun bisa efektif kalau dilakukan para ulama Arab-Timur Tengah.

      Sementara para ulama non-Arab dianggap pinggiran dan karya-karyanya dipandang sebelah mata. Ini, salah satunya, karena ulama non-Arab diposisikan sebagai orang `ajam (asing) yang tak cukup memadai untuk memahami detail dan seluk beluk ajaran Islam, agama yang memang pertama kali lahir di Arab. Jika orangnya dianggap `ajam, maka kitab-kitabnya pun dianggap ghair mu`tabarah (kurang absah), sehingga tak pantas menjadi referensi umat Islam. Tak pelak lagi, kitab-kitab yang dikreasikan para ulama Indonesia kontemporer agak sulit memasuki gelanggang percaturan intelektual Timur Tengah. Karya ulama pribumi kini tak lagi memiliki wibawa di hadapan ulama Arab.

      Padahal, banyak karya ulama `ajam yang brilian. Misalnya, karya gemilang KH MA Sahal Mahfudz Thariqah al-Hushul `ala Ghayah al-Ushul, KH Afifuddin Muhajir dari Situbondo Jawa Timur menulis buku al-Ahkam al-Syar`iyah bayna al-Tsabat wa al-Tathawwur. Quraish Shihab menulis buku tafsir, al-Misbah. Sejumlah kiai membuat metode baca al-Qur'an secara kilat, seperti metode Qira'ati, Iqra', al-Bayan, dan Hattaiyah. Bahkan, kini ditemukan metode cepat membaca kitab kuning. Yaitu, metode amtsilati yang dicipta KH Taufikul Hakim, dari Jepara Jawa Tengah. Dengan metode ini, para pelajar Islam non-Arab tak perlu menghabiskan banyak waktu hanya untuk sekedar membaca kitab berbahasa Arab yang tanpa titik-koma, syakl atau harakat. Melalui metode ini, kun fayakun, setiap orang bisa dengan mudah membaca kitab kuning.
      Dengan fakta ini, dua hal bisa dikatakan. Pertama, karya ulama Indonesia tak perlu dipandang sebelah mata. Walau hidup di "pulau terasing", para ulama Indonesia telah menghasilkan karya monumental bahkan dengan kualitas ekspresi dan elokuensi yang tak kalah dengan ulama Timur Tengah. Dengan kualitas yang mumpuni itu, kebiasaan untuk selalu bertanya soal-soal dalam negeri ke ulama Arab tak perlu dilakukan. Bukan hanya karena yang tahu hakekat persoalan itu adalah ulama Indonesia sendiri, melainkan juga karena mutu dan kualitas ulama Indonesia ternyata setara bahkan dalam beberapa hal melebihi ulama-ulama Arab. Saya kira, ulama Indonesia setingkat KH Sahal Mahfuzh, Ustadz Quraish Shihab, Prof. Nurcholish Madjid, KH Husein Muhammad, KH Masdar F. Mas'udi tak kalah alim dibanding ulama kontemporer Arab.

      Kedua, ini menjadi pelajaran bagi intelektual muda Islam Indonesia untuk tak canggung membuat karya-karya besar Islam. Bukankah, para ulama Indonesia itu cukup percaya diri dalam berkarya. Sebab, terus terang, inferioritas atau perasaan rendah diri di hadapan ulama Arab adalah salah satu faktor yang menghambat produktifitas intelektual ulama Indonesia selama ini. Para ulama `ajam harus terus membuktikan bahwa karya-karya kreatif Islam bisa di kelola dengan baik di luar tanah dan kawasan Arab. 15/10/2008

Komentar Masuk

Saya sangat sependapat dengan pemikiran di atas, kalau saya pikir ceramah yang disampaikan para ulama lokal kadang-kadang lebih bermutu dari ceramahnya para habib, apalagi tulisan di situsnya JIL sangat mencerahkan dan menyejukkan, saya yakin di masa datang kalau pendidikan formal masyarakat makin maju, JIL akan dapat menjadi mahzab mayoritas dalam beragama di bumi pertiwi tercinta.... .
Dikirim oleh Teguhseno pada 15/10 04:01 PM

Ulasan yang mulia Abdul Moqsith Ghazali yang mengatakan ulama asing (ajam), tertutama sekali Indonesia adalah terunggul dapat dibuktikan oleh hujjah Allah, hujjah Nabi Muhammad saw., hujjah Kitab Suci-Nya sebagai berikut:

1. Al Baqarah (2) ayat 4,5: Orang (asing Indonesia) yang mendapat petunjuk dan beruntung ialah orang-orang (asing "Indonesia") yang beriman kepada apa yang telah turun (wahyu), dan yang beriman kepada apa yang telah turun sebelumnya (wahyu) dan beriman kepada apa yang akan turun (wahyu kepada orang asing "Indonesia" pada akhirnya = wa bil aakhirati hum yuuqinuun). -Kata akhirat diayat ini bukan kearah pengertian setelah mati, tetapi kepada konteks pada akhirnya diera globalisai, millenniaum ke-3 masehi di "Indonesia". -Konteksnya kepada datangnya Allah pada akhirnya menurunkan konsep Hari-Hari Allah, untuk kepentingan penyempurnaan penyelesaian kondidi perselisihan persepsi agama-agama sebanyak tidak kurang dari 400 ayat memenuhi Ibrahim (14) ayat 5, Al Jaatsiyah (45) ayat 14.

2. Fushshilat (41) ayat 44: Allah akan menjadikan Al Quran (isi kitab suci Al Waaqi'ah (56) ayat 77,78,79, Al Baqarah (2) ayat 2 yang dinamakan Kitab-Allah memenuhi Al Ali Imran (3) ayat 23,79) kedalam bahasa asing "Indonesia" (pada awal millennium ke-3) selain dalam bahasa Arab dan diprotes oleh orang Arab sesuai At Taubah (9) ayat 97.

3. At Taubah (9) ayat 97: Orang-orang Arab itu paling sangat kekafirannya dan (paling sangat) kemunafikannya dan lebih wajar bahwa mereka (orang-orang Arab itu) tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya (Muhammad saw.) Dan Allah Maha mengetahui (siapa orang-orang Arab itu) lagi Maha Bijaksana (kepada orang asing "Indonesia') .

4. Orang mengatakan bahwa "ulama" adalah warosatul "anbiyaa". Sifat Allah dan Rasul/Nabi semuannya hanya menyampaikan Satu Risalah Tuhan/Allah Yang Tunggal dan penolaknya senantiasa adalah pemuka agama: a. Al Maidah (5) ayat 67: Para rasul hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. b. Al An Aam (6) ayat 124,125: Rasul Allah hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. c. Al A'raaf (7) ayat 62,60: Nuh hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. d. Al A'raaf (7) ayat 68,66: Hud hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. e. Al A'raaf (7) ayat 79,88: Saleh hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. f. Al A'raaf (7) ayat 93,75,76: Syuaib hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. g. Al A'raaf (7) ayat 144,109: Musa diperintah langsung hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. h. Al Ahzab (33) ayat 38,38,40: Muhammad melalui jibril dan siapa saja (diantaranya yang mulia Abdul Moqsith Ghazalai) wajib hanya menyampaikan Risalah Tuhan/Allah. i. Al Jinn (72) ayat 23,26,27,28: Rasul yang dirido'a wajib menyampaikan hanya Risalah Tuhan/Allah.
5. Pada kenyataannya sampai hari ini para ulama yang mengaku "warosatul anbiyaa" tidak pernah menyampaikan hanya Risalah Tuhan/Allah, akan tetapi menyampaikan Risalah seorang nabi/rasul yang sangat dilarang oleh An Nisaa (4) ayat 150,151,152. Menyampaikan risalah seorang Nabi/Rasul mengakibatkan mengandung sifat ARBABAN/KULTUS/ MENUHANKAN didalam hati sesuai Ali Imran (3) ayat 80, dan ARBABAN (kepada ulama Arab) sesuai At Taubah (9) ayat 31. a. ARBABAN mengakibatkan musrik mandek kepada jalan yang lurus sesuai Al Hajj (22) ayat 31. b. ARBABAN wajib dibunuh oleh hujjah ilmu pengetahuan agama sesuai At Taubah (9) ayat 5. c. ARBABAN adalah najis sesuai At Taubah (9) ayat 28. d. ARBABAN wajib diperangi oleh hujjah ilmu pengetahuan agama sesuai At Taubah (9) ayat 36. e. ARBABAN jangan dido'akan ampunan agar tidak musrik sesuai At Taubah (9) ayat 113. f. ARBABAN tidak ada ampunya untuk tidak musrik sesuai An Nisaa (4) ayat 48,116.

6. Salah satu yang terpenting dari Hari-Hari Allah yang akan diturunkan Allah kepada orang asing "Indonesia" awal millennium ke-3 masehi adalah Penggenapan Janji-Nya Tentang Hari Takwil Kebenaran Kitab yang wajib ditunggu-tunggu akan tetapi dilupakan oleh "para ulama Indonesia" untuk memenuhi Al A'raaf (7) ayat 52,53. (mudah-mudahnya diturunkan kepada yang mulia Abdul Moqsith Ghazali). 7. Sekali lagi kami do'akan agar Hari Takwil Kebenaran Kitab diturunkan Allah kepada yang mulia Abdul Moqsith Ghazali yang memandang Indonesia paling lebih unggul dari pada apa yang datang dari luar negeri.

8. Agama Hindu, Buddha, Islam, Nasrani, Konghucu, Ahmadiyah dan lain sebagainya telah datang berangsur sejak ratusan tahun yang lalu, semuanya bershahadatain dan mengakibatkan perselisihan persepsi agama-agama pecah belah sesuai Ar Ruum (30) ayat 32, Al Mu'minuun (23) ayat 53,54 (sesat sampai suatu ketika). Padahal sebelum mereka datang masuk semuannya di Nusantara telah ada spiritual tunggal yaitu Penghayat Kepada Ketuhanan yang Maha Esa memenuhi Az Zumar (39) ayat 45 Shahadat Tauhid dan bukan Shahatain.
Wasalam.
Dikirim oleh Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama Millenniuam ke-3 16/10 10:19 AM.

Ulama Indonesia atau non_Indonesia itu tidak penting, juga Arab ato non Arab, apalagi barat ato non_barat, yang penting bagaimana kadar intelektual dan reputasi keilmuan yang dihasilkan, apakah sahih atau tidak jika dipandang dari sudut metodologi keilmuan yang telah disepakati secara muktabarah di kalangan otoritas ilmu yang bersangkutan. Jika bener-bener sahih, mestinya ya ... bisa dijadikan rujukan. gitu kali ya.

Tentang kondisi kehidupan berbangsa, sepatutnya dalam iklim demokrasi di Indonesia, sah-sah saja bertanya kepada siapa pun termasuk pada ulama-ulama Timur tengah, meskipun sering-sering bertanya juga tidak apa-apa, yang penting ada jawaban dan solusi jitu. hm ...
Dikirim oleh atik bintoro pada 16/10 01:10 PM

Soal tanya menanya atau bertanya, telah diatur oleh hujjah Allah, hujjah nabi Muhammaad saw. dan hujjah Kitab Suci-Nya dalan Yunus (10) ayat 94: Wajib hukumnya menanyakan kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu, yaitu kepada orang-orang Nasrani, Yahudi, Hindu, Buddha, Konghucu dan lain sebagainya.
Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.
Dikirim oleh Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal pada 17/10 03:37 AM

Ada betulnya tulisan anda, ulama indonesia boleh bersaing dengan ulama arab, namun kendalanya bahasa kita ini bukan bahasa dunia alias lokal, oleh karena itu saran saya hendaklah para ulama nusantara ini menulis buku atau kitab dengan bahasa internasional arab atau inggris, seperti cak nur pemikirannya hanya dikenal di indonesia saja, begitupun quraisy shihab,di dunia internasional tak nampak sama sekali dalam percaturan intelektual. dan ada baiknya kalau pak Moqsith atau para intelektual jil lah yang mulai ngarang buku yang berkaliber internasional melalui dua bahasa di atas. dan selamat untuk jil yang telah mengungkap hal baru ini, dan semoga dikembangkan terus
Dikirim oleh Budiono pada 17/10 11:04 AM

Saya kira apa yang disampaikan ca'moqsith tadi benar sekali, bahwa ulama indonesia khususnya yang dari NU setara dengan ulama' arab. kita juga tau bahwa KH. sahal sering menerbitkan kitab yang layak dibaca khususnya di pesantren. semestinya kitab yang di karang kiai sahal dan kiai afifuddin menjadi rujukan dan di baca di pesantren. jadi nanti ketahuan, bahwa karya ulama indonesia menjadi referensi pada ulama-ulama non indonesia.
Dikirim oleh mas deede pada 17/10 01:30 PM

tak sependapat jika dibanding bandingkan saya hanya ingin ulama seluruh dibumi ini bersatu dan tidak harus membeda-bedakan pola fikirnya,islam tetap islam dan tujuannya satu bertakwa kepada Allah.
Dikirim oleh sujak pada 18/10 01:49 AM

Saya hanya ingin berkomentar singkat saja, hari ini anda akan mengatakan tidak perlu belajar al-islam ke timur tengah (saudi), tapi saya yakin suatu saat anda akan mengatakan untuk belajar al-islam datanglah ke amerika atau eropa dan australia, waspadalah!! !!!!!!
Dikirim oleh ghulam pada 19/10 10:07 AM

Menanggapi tulisan mas abdul, sy beranggapan kita tidak bisa serta merta menghilangkan ulama arab karena biar gimanapun ada hal-hal yang memamg perlu kita "rujuk" ke ulama arab untuk sekedar referensi atau perbandingan kita saja. tapi sy tdk setuju dengan menjiplak abis semua pandangan ulama arab begitu saja. karena pada intinya agama itu harus dilhat juga kontektualnya jg, dan pada akhirnya kita dituntut untuk menggunakan akal kita dalam menelaah semua keadaan.
Dikirim oleh dodosumekar pada 20/10 10:45 AM

Ilmu Islam, tidak bisa tidak, harus mengacu kepada al-Qur'an + Sunnah.
Karena Al-Qur'an & Sunnah berbahasa Arab fusya, maka seorang ilmuan Islam yang mumpuni adalah yang fasih berbahasa Arab, mengerti kaidah-kaidah dan juga mengerti budaya Arab. Sehingga sang ilmuwan dapat menginteprestasikan Sumber Alqur'an dan hadist, dengan cara yang benar, tidak tercampur dengan hal-hal yang bukan islam.
Karena Ulama timur-tengah berbahasa ibu Arab, maka sangat wajar mereka lebih mumpuni dalam pengetahuan ke-islaman. Ulama Indonesia, juga mampu, menjadi ilmuawan yang mumpuni, selama dia memiliki ilmu Bahasa Arab yang mumpuni.
Itu saja, jadi dari mana asalnya gak soal asal didasari dengan Ilmu bahasa arab yang sempurna.
Saya juga ingin mengatakan bahwa terjemahan Alqur'an bukan al-qur'an, terjemahan hadist juga bukan hadist. Lebih-lebih yang telah ditafsirkan.
Dikirim oleh islam komplit pada 22/10 01:16 PM

Saya sangat setuju dengan uraian yang di paparkan sahabat moqsith,dari dulu ulama indonesia sangat terkenal dengan paparan dan keilmuan yang tinggi,kita tidak perlu minder dengan ulama timur tengah,kita harus bangga dengan kemampuan bangsa sendiri,namun, persoalanya apakah kemampuan ulama kita harus teruji dalam penguasaan berbagai disiplin ilmu. untuk menjadi seorang ulama yang mumpuni tidak saja menafsirkan quran dan hadist dengan otak sendiri,tetapi harus dengan referensi dari yang lain.kemampuan dalam tata bahasa arabpun harus betul-betul cakap. namun sahabatku,bahwa sebagai seorang santri yang selalu taat dengan perintah guru,yang selalu rujukannya kitab kuning,maka timur tengah jangan ditinggalkan begitu saja.dalam isilah pesantren salaf,meminta keberkahan itu perlu,karena dengan tawasul itu salah satu diantaranya adalah tempat baraokahnya ulama terdahulu yaitu di timur tengah. ulama indonesia pun yang ilmunya mumpuni dari dulu sampai sekarang yaitu timur tengah.
Dikirim oleh harrismon pada 24/10 01:55 PM

jgn lupa bahwa imam bukhari bukan org arab. hampir kebanyakan ulama hadith bukan dr org arab. cuma, hanya saja quran itu diturunkn dlm b.arab, maka eloklah kita memahami b.arab. dan org yg paling memahami b.arab ialah org arab. cuma org arab tidaklah maksum sehingga menjadi kiblat dlm konteks keilmuan.
Dikirim oleh fahmi malaysia pada 27/10 04:28 AM

Jangankan hasil karya ulama indonesia yang berbau islam. Karya leluhur kita seperti raden jayabaya dan lainnya jangan dipandang sebelah mata juga. Yang jelas kita harus menghargai hasil karya anak bangsa.
Dikirim oleh aditya pada 27/10 11:15 AM

Siapaun karyanya, apapun bentuknya jika masih bersumber pada alquran dan al hadist, bagi saya ga masalah (bukankah kita dituntut untuk mencari kebenaran/ilmu dimanapun tempatnya ) yang penting karya2 tersebut tidak membingungkan sang pembaca (mudah di cerna, dipahami, dan dapat dijadikan sebagai sumber inspiratif bukan hanya sekedar bacaan), karena seringkali manusia suka melebih-lebihkan "karyanya" agar terlihat lebih hebat dari yang lain (mungkin saja).
Dikirim oleh izoil pada 27/10 11:39 AM

Sejak Wafat Rasulullah SAW, terjadi tragedi perseteruan penunjukkan Khalifah antara Ali CS dan Abu Bakar CS (Padahal dahulu mereka satu Nafas dengan Rosul), mengapa mereka Yang dianggap sebagai Penyangga Islam/ penerus amanat Rosul, hanya karena Ego, gengsi dan sikap tak jelas lainnya merapuhkan imannya yang selama itu terjaga dan akibatnya umat islam sekarng terpecah belah menjadi beberapa golongan dengan argumentasinya masing2. lalu mengapa kita mesti percaya dengan orang arab?
Ya karena udah mengacu ke Al-qur'an dan As-sunnah, maka patokannya bukan lagi "(mudah di cerna, dipahami, dan dapat dijadikan sebagai sumber inspiratif bukan hanya sekedar bacaan)" Patokannya adalah "yang benar harus dikatakan benar, yang salah ya harus salah".
Kata pepatah, katakan benar walupun benar itu pahit, katakan salah, walaupun salah itu manis.
Dikirim oleh islam komplit pada 28/10 09:12 AM

Sebenarnya sudah ada beberapa karya anak bangsa kita yang akhir-akhir ini unjuk gigi di dunia internasional (arab), dan mereka ini akademis dari berbagai univ di Mesir, setau saya ada 5 anak bangsa yang kesemuanya alumnus dari beberapa univ2 di mesir yang telah di terbitkan karyanya: 1- al-Marhum DR. Nahrowi (betawi) dari Al-Azhar Univ( al-Imam as-Syafi'i Baina Qaul al-Qadim wa al-Jadid). th terbit sekitar 80 an. dan kitab tersebut tidak asing lagi di mesir sebab sudah menjadi rujukan di dunia akademik khususnya yang membahas tentang fiqh syafi'i. 2- DR. Sayyid Muhammad Aqil al-Mahdaly (Bugis) dari 'Ain Syams, dan masya Allah beliau ini telah mengarang lebih 50 judul buku tentang aqidah dan filsafat dan diterbitkan oleh Darul Hadits Mesir. dan sekarang Dosen di Kolej University Insaniah Kedah. Malaysia. dan beliau tercatat sebagai mantan rektor universitas tersebut. 3- DR. Surahman Hidayat (sunda)dari al-Azhar Univ. tesis masternya dipublikasikan oleh Darul al-Salam Mesir. (at-Ta'aayusy as-Silmiyyu Baina al-Muslimin wa Ghayruhum fi Daulat Wahidah). skr beliau menjabat ketua dewan syariah pusat PKS. 4- dan yang terbaru adalah DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni (Bugis) dari Cairo Univ. thesis master beliu (Masail alal-I'tiqadiyah Inda al-Imam al-Qurthubi) di cetak oleh Muassasah al-'Alya Mesir th 2006,2008. dan Thesis Ph.D (Mauqif az-Zaidiyah wa Ahli as-Sunnah Min Aqidah al-Bathiniyah wa Falsafatuha) tahun ini under proses cetak di Darul Kutub al-Ilmiah, Bairut. dan beliau sekarang staff dosen aqidah filsafat di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM). di samping itu ada juga kalangan anak bangsa yang bukan dari akademik yaitu ust Nuruddin al-Banjari, karya beliau ini dalam bahasa arab tak terbilang jumlahnya dan di cetak di negeri seribu menara. yang jelas ini merupakan satu bukti bahwa mereka ini di akui dan di terima pemikirannya, karena rata2 karya atau buku beliu di cetak ulang di sana. ini beberapa anak bangsa yang perlu kita banggakan. sebab mereka ini membawa nama negara Indonesia di persada dunia. dan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kitab atau buku yang terbit di timur tengah silahkan buka : http://www.neelwafurat.com/.

"yang benar di katakan benar, yang salah di katakan salah" anak kecil juga tahu, tapi yang jadi masalah siapa yang harus di percaya untuk mengatakan yang benar dan siapa yang mau mengaku untuk dipersalahkan. Karena semenjak sepeninggal Rasulullah SAW keutuhan islam sudah terpecah, dan semuanya mengaku ajarannya benar. jadi sampai kapan kita harus berantem tentang arah islam kemana harus "berkiblat" yang benar, bukankah semestinya kita berunding untuk mencapai titik temu dengan tidak mengedepankan ego, sekiranya ajaran islam itu mudah di terima oleh semua lapisan masyarakat bukan hanya untuk orang yang berpendidikan saja tetapi untuk mereka2 yang sekarang sedang bingung terhadap aliran2 islam yang bertebaran dimana2, bagaimana mereka mau mengadu tentang permasalahan hidup sesuai islam sementara para ahlinya sibuk beragumentasi.